Sepenggal cerita kehidupan

Izinkan aku untuk melukiskan sesuatu hal dalam tubuhmu yang indah ini

Karya-Karyaku

Lagu ini.......... kuciptakan dikala hati ini sedang merasa bosan dan sepi


BEBAN DI HATI

Written By: Myself

A7 C#m7 Bm7 Dm (2x)

A7 C#m7 Cm
Mulai terasa begitu berat.....
Bm7 Dm
yang kurasakan di dalam hidupku
A7 Bm7 Cm
Perasaan yang mengikutiku
C#m Dm
menjadikan semua kan terus terjatuh

A7 C#m7 Bm7 Dm

A7 C#m7 Cm
Usailah sudah hidupku ini...
Bm7 Dm
telah terbuai dalam kesepian
A7 C#m7 Cm
Membayangiku......Mengikutiku
Bm7 Dm
teruslah saja seperti ini

REFF:
A7 Dm
Sampai kapan kan terus bertahan
C#m7 F#m Bm7 E
rasa ini sungguh menyakitkan hatiku
A7 Dm
Tak adakah yang dapat menyembuhkan hatiku
C#m7 F#m Bm C#m7 Dm
andaikan aku dapat bertahan.....

Interlude: A7 Dm

A7 C#m7 Cm
Usailah sudah hidupku ini
Bm7 Dm
telah terbuai dalam kesepian
A7 C#m7
Membayangiku.........Mengikutiku
Bm7 Dm
teruslah saja seperti ini


BRIDGE:
C#m7 F#m
Bilakah keajaiban kan datang
Bm7 Dm
membawa kedamaian di dalam hatiku......

Melody
A7 Dm C#m7 F#m Bm7 E (2x)

Back to reff (2x)

END
A7 C#m7 Bm7 Dm



-PACOOL-

Live in Sosial


Pengalamanku di Muara Angke

(Sebuah Refleksi Panggilan mengenai Pengalaman Live-In Sosial)

Oleh : Yohanes Charles Pranata

Muara Angke……………. sebuah lokasi yang terletak di daerah Jakarta utara ini dihuni oleh para nelayan-nelayan yang telah membuat kita bisa menyantap berbagai macam hidangan laut yang sangat enak dan nikmat. Mereka mencarinya dengan penuh kerja keras. Aku diberikan waktu untuk merasakan kehidupan sebagai seorang nelayan ditempat ini dari tanggal 7 hingga 10 Oktober 2009. Pada jangka waktu tersebut aku melakukan sebuah kegiatan yang dapat memberikan banyak pelajaran bagiku. Selama empat hari tiga malam aku tinggal disana bersama kedua teman sepanggilanku yaitu Endar dan Ando untuk merasakan bagaimana kehidupan yang dijalani oleh para nelayan kita yang berdomisili di muara angke ini demi menunjang hidup panggilanku sebagai seorang calon imam. Sesampainya disana, aku dan kedua temanku sudah tidak tahan sebenarnya dengan berbagai macam aroma-aroma busuk yang tercium oleh hidung kami. Ada bau amis, bau asam, bau ikan asin, bau limbah sampah, dan sebagainya tercampur aduk menjadi satu. Namun harus tetap kami jalani bersama untuk merasakan apa yang dirasakan oleh penduduk yang bertempat tinggal di muara angke ini. Kemudian, seiring berjalannya waktu aku mulai merasakan bagaimana kehidupan ini harus dijalani hingga pada akhirnya aku dan teman-temanku bisa menjalani hidup sebagai seorang nelayan disana. Jujur kukatakan kehidupan disana sangat keras. Istilahnya jika kita tidak bisa bekerja maka kita akan mati kelaparan disana.


Hal ini kuketahui dari menu makanan yang tidak pernah berubah setiap harinya. Dari hal ini aku malu dengan diriku sendiri karena selama ini aku masih sering merasa kurang bersyukur terhadap segala sesuatu hal yang telah kuterima selama ini. Sebenarnya, menurutku pengalaman live in di Muara Angke ini kurang berkesan bagiku karena aku dan teman-temanku tidak boleh bekerja seperti para nelayan disana. Aku dan kedua temanku hanya diizinkan untuk bekerja setengahnya dari waktu yang dipakai misalnya jika si nelayan bekerja dari jam delapan pagi hingga delapan malam maka aku hanya diizinkan untuk bekerja dari jam delapan pagi hingga satu siang atau jam makan siang tepatnya, setelah itu aku disuruh istirahat hingga malam.


Suatu sore yang cerah aku bersama dengan kedua temanku merenung dipinggir laut sambil memandang keindahan kota yang berada di seberangku yang sangat indah dan berbeda. Ternyata, hidup seperti mereka tidak mudah karena para nelayan disana bekerja pada malam hari hingga pagi mereka telah kembali dari melaut. Hal ini telah menjadi suatu rutinitas yang biasa bagi mereka. Aku merasakan bagaimana kerasnya kehidupan mereka yang harus bisa membiayai kehidupan keluarga dengan pekerjaan seperti itu.


Aku senang..................

dan aku gembira karena telah mendapatkan sebuah pengalaman yang tentunnya dapat menunjang hidup panggilanku sebagai seorang calon imam. Jika seorang manusia diundang untuk mengikuti panggilan Tuhan berarti orang tersebut siap untuk meninggalkan segala yang dimiliki hanya untuk bekerja diladang Tuhan sebagai seorang penjala manusia. Hal ini sama dengan pengalaman Live-in yang telah kujalani meskipun dalam waktu yang sangat singkat ini.




Jakarta, 10 Oktober 2009



Muara Angke