Pengalamanku di Muara Angke
(Sebuah Refleksi Panggilan mengenai Pengalaman Live-In Sosial)
Oleh : Yohanes Charles Pranata
Muara Angke……………. sebuah lokasi yang terletak di daerah
Hal ini kuketahui dari menu makanan yang tidak pernah berubah setiap harinya. Dari hal ini aku malu dengan diriku sendiri karena selama ini aku masih sering merasa kurang bersyukur terhadap segala sesuatu hal yang telah kuterima selama ini. Sebenarnya, menurutku pengalaman live in di Muara Angke ini kurang berkesan bagiku karena aku dan teman-temanku tidak boleh bekerja seperti para nelayan disana. Aku dan kedua temanku hanya diizinkan untuk bekerja setengahnya dari waktu yang dipakai misalnya jika si nelayan bekerja dari jam delapan pagi hingga delapan malam maka aku hanya diizinkan untuk bekerja dari jam delapan pagi hingga satu siang atau jam makan siang tepatnya, setelah itu aku disuruh istirahat hingga malam.
Suatu sore yang cerah aku bersama dengan kedua temanku merenung dipinggir laut sambil memandang keindahan kota yang berada di seberangku yang sangat indah dan berbeda. Ternyata, hidup seperti mereka tidak mudah karena para nelayan disana bekerja pada malam hari hingga pagi mereka telah kembali dari melaut. Hal ini telah menjadi suatu rutinitas yang biasa bagi mereka. Aku merasakan bagaimana kerasnya kehidupan mereka yang harus bisa membiayai kehidupan keluarga dengan pekerjaan seperti itu.
Aku senang..................
dan aku gembira karena telah mendapatkan sebuah pengalaman yang tentunnya dapat menunjang hidup panggilanku sebagai seorang calon imam. Jika seorang manusia diundang untuk mengikuti panggilan Tuhan berarti orang tersebut siap untuk meninggalkan segala yang dimiliki hanya untuk bekerja diladang Tuhan sebagai seorang penjala manusia. Hal ini sama dengan pengalaman Live-in yang telah kujalani meskipun dalam waktu yang sangat singkat ini.
Jakarta, 10 Oktober 2009
Muara Angke
0 komentar:
Posting Komentar